BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses
membimbing, membina, mengajarkan manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai
hal, dan dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai mahluk
yang disebut manusia, oleh karena itu pendidikan merupakan kebutuhan setiap
manusia, dengan adanya pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia
inginkan, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya
serta mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu
manusia tidak mengalami kesalahan yang fatal. Pendidikan terhadap manusia dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang diantaranya faktor keluarga, dan lingkungan tempat
manusia hidup dan bergaul. Pendidikan yang baik akan menjadikan manusia
tersebut baik pula dan sebaliknya pendidikan yang buruk akan mengakibatkan
buruk pula bagi manusia yang mengalaminya.
Mengenai pendidikan banyak sekali
pemikiran-pemikiran para cendikiawan mengenai pendidikan terhadap manusia baik
cendikiawan islam ataupun cendikiawan non-islam. Pemikiran para ahli mengenai
pendidikan sangat beragam, namun banyak pula kesamaan pemikiran. Namun dalam
makalah ini penulis hanya akan menjelaskan satu pemikiran pendidikan yaitu
pemikiran seorang cendikiawan islam yang karyanya sangat terkenal yang berjudul
Muqadimah yaitu Ibnu Khaldun. Dalam makalah ini selain akan dijelaskan mengenai
pemikiran Ibnu khaldun tentang pendidikan akan dijelaskan pula mengenai riwayat
hidup ibnu khaldun yang sangat mengesankan.
Adapun penulis menyusun makalah
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam, dan semoga dapat menjadi bahan ajar bagi para pembaca ataupun dapat
menjadi referensi untuk pembuatan makalah
selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP IBNU KHALDUN.
Nama lengkap
Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin
Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya
Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. (Ali Abdul Wahid Wafi’, 1985:5)
dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan
kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia adalah orang
pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk
berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan
orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa menambahkan huruf
wawu dan nun di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan
takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun
di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau tepatnya pada 27
Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga sekarang yang terletak di
jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini rumah tersebut menjadi
pusat sekolah Idarah ‘Ulya, yang pada pintu masuknya terpampang sebuah batu
manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu Khaldun. Bani Khalduniyah di
Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona, kemudian mereka pindah
ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia yang mengalami kekacauan,
baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun karena serangan pihak Kristen
di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al- Hasan Ibn Jabir
adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke Afiika Utara, di mana
Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah ke Tunis
pada tahun 1223. (Toto Suharto, 2003:33)
Di Tunis, di
tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting. Muhammad Ibn
Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang ‘hajib’, kepala rumah tangga
istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana,
berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al-Muwahhidun
yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi
kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir
hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada
1337 M.
Dari latar
belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang politik dan pengetahuan
seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H.
Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan dengan 27 Mei 1333 M.
Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalam membentuk
kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu
dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan bagi
pengembangan karirnya. (Toto Suharto, 2003:34)
Secara
detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase, yaitu:
1) Fase
pertama; Masa Pendidikan
Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18
tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada
waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara
tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Di samping ayahnya, Ibnu
Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari para gurunya
di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan, tempat
berkumpulnya para ulama Andalusia yang lari menuju Tunis akibat berbagai
peristiwa politik.
Guru-guru yang pernah berjasa dalam perkembangan intelektual Ibnu Khaldun
di antaranya adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas
Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at; Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam
ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir
al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam
dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak
guru dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu
Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun
pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan otak yang
luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki
ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuan
begitu luas dan bervariasi. Hal ini merupakan kelebihan yang sekaligus juga
merupakan kekurangannya.
2) Fase
kedua; Aktifitas Politik Praktis
Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez,
Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara
1350-1382 M. Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah
sebagai Sahib al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu
Muhammad Ibn Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun. (Mukti Ali, 1970:17)
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun,
kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis diserang
dan dikuasai oleh Amir Abu Za’id, penguasa Konstantin sekaligus cucu Sultan Abu
Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu Inan menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba
mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu
Inan bahkan beliau mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko.
Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu
pada tahun 1354 M.
Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilaku-perilaku politik yang dia
lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia
dicurigai oleh Abu ‘Inan sebagai pengkhianat bersama pangeran Abu ‘Abdillah
Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu komplotan politik. Iklim
politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara
dan demi karirnya sebagai politikus dan pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi
ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.
Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn
Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana raja
Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang diplomat yang
ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara Granada dan Sevilla.
Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan yang
semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di lingkungan
kerajaan, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri
kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu
ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau menyelesaikan
karya al-Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah Ibnu Khaldun, sebuah
karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik. Pada tahun 178 M,
selanjutnya beliau meninggalkan Qal’at menuju Tunis. Di Tunis beliau
mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan singgah
di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam
intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis.
3) Fase
ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman
Masa ini merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun,
fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di
Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang
berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu
Khaldun lebih tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau
kedatangan karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya
disambut gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang
pengajar dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga
pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah,
Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah.
Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum. ( Munawir Syadzali, 1993:97)
Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum. ( Munawir Syadzali, 1993:97)
Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir,
al-Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir, jabatan
yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk
melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang
tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata
membuat orang-orang yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka
kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia
dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang
dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia
tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut Pada tahun 1387
M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia diangkat lagi sebagai
hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan
Burquq.
Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke Damaskus dan Palestina
dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan Mongol. Dan pertemuan selama 35
hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa penting terakhir bagi Ibnu Khaldun
dalam perjalanan hidupnya yang penuh ketegangan, penderitaan di balik
kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan profesinyasebagai hakim Agung Madzab
Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam
usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar
Bab al-Nashir, Kairo. ( Munawir Syadzali, 1993:95)
Ibnu Khaldun sebagai ilmuwan besar adalah karena karyanya “Muqaddimah”,
rasany memang aneh ia terkenal justru karena muqaddimahnya bukan karena
karyanya yang pokok (al-‘Ibar), namun pengantar al-‘Ibararnyalah yang telah
membuat namanya diagung-agungkan dalam sejarah intelektualisme. Karya
monumentalnya itu telah membuat para sarjana baik di Barat maupun di Timur
begitu mengaguminya. Sampai-sampai Windlellband dalam filsafat sejarahnya
menyebutkan sebagai “Tokoh ajaib yang sama sekali lepas”, baik dari masa lampau
maupun masa yang akan datang.
Adapun hasil karya-karyanya yang
terkenal diantaranya adalah :
a.
Kitab Muqaddimah, yang merupakan
buku pertama dari kitab al-‘Ibar yang terdiri dari bagian muqaddimah
(pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari
seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun
menjadi begitu harum.
b.
Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’
wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min
dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan
dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, non
Arab, dan Barbar serta raja-raja besar yang semasa dengan mereka). Yang
kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar.
c.
Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa
Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan oleh orang-orang Barat
disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang
berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobigrafinya
secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah.
B. PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUN
1.
PENGERTIAN, DAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan
menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari
pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban
masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.Pemikiran
Ibnu Khaldun dalam hal pendidikan ia tuangkan dalam karya monumentalnya yang
dikenal dengan sebutan Muqaddimah. Sebagai seorang filsuf muslim pemikirannya
memanglah sangat rasional dan berpegang teguh pada logika. Corak ini menjadi
pijakan dasar baginya dalam membangun konsep-konsep pendidikan.
Pandangan Ibnu
Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan
filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan
pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan
yang hendak dicapai dalam proses pendidikan, yaitu:
a.
Pengembangan kemahiran (al-malakah
atau skill) dalam bidang tertentu. Orang awam bisa meneliti, pemahaman yang
sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi potensi
al-malakah tidak bisa demikian oleh setiap orang, kecuali setelah ia
benar-benar memahami dan mendalami suatu disiplin tertentu.
b.
Penguasaan keterampilan professional
sesuai dengan tuntutan zaman (lingkungan dan materi). Dalam hal ini pendidikan
hendaknya ditujukan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada potensi
tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah
kebudayaan, serta peradaban umat manusia di muka bumi. Pendidikan yang
meletakkan ketrampilan sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai dapat
diartikan sebagai upaya mempertahankan dan mengutamakan peradaban secara
keseluruhan.
c.
Pembinaan pemikiran yang baik.
Kemampuan berpikir merupakan jenis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh
karena itu, pendidikan hendaknya di format dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta
didik. Melalui pengembangan akal, akan dapat membimbing peserta didik untuk
menciptakan hubungan kerjasama sosial dalam kehidupannya, guna mewujudkan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
2.
TUJUAN PENDIDIKAN
Menurut Ibn
Khaldun, tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal. Diantara
tujuan pendidikan tersebut:
a.
Tujuan peningkatan pemikiran
Ibnu Khaldun
memandang bahwa salah satu tujuan pendidikanadalh memberikan kesempatan kepada
akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat di lakukan melalui
proses menuntut ilmu keterampilan, seseorang akan meningkatkankegiatan potensi
akalnya. Disamping itu, melalui potensinya, akal akan mendorong manusia untuk
belajar, manusia senantiasa mencobameneliti pengetahuan-pengetahuan oleh
pendahulunya. Manusia mengumpulkan fakta-fakta dan menginvestarisasikan
keterampilan-keterampilan yang dikuasainya untuk memproleh lebih banyak warisan
pengetahuan yang semakin meningkat sepanjang masa sebagi hasil dari aktivitas
akal manusia.
Atas pemikiran
tersebut, maka tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun adalah meningkatkan
kecerdasan manusia dan kemampuan berpikir. Dengan kemampuan tersebut, manusa
akan dapat menigkatkan pengetahuannya dengan cara memproleh lebih banyak
warisan pengetahuan pada saat belajar.
b.
Tujuan peningkatan masyarakat
Dari segi
penigkatan kemasyarakatan. Ibn Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran
adalah lumrah bagi manusia. Ilmu pengajaran sangat diperlukan untuk menigkatkan
taraf budaya suatu masyarakat, maka akan semakian bermutu dan dinamis pula
keterampilan dimasyarakat tersebut. Untuk itu seyogianya senatiasa berusaha
memproleh ilmu dan keterampilan sebnayak mungkin sebagai salah satu cara
membantunya untuk dapat hidup dengan baik dalmmasyrakat ynga dinamis dan
berbudaya. jadi, eksistensi pendidikan
menurutnya merupakan merupakan suata sarana yang dapat membantu individu
dan masyrakat menuju kemajuan dan kecemerlanagan. Di samping bertujuan
meningkatakan segi kemasyrakatan manusia, pendidikan juga bertujuan mendorong
terciptanya tatanan kehidupan masyrakat kearah yang lebih baik.
c.
Tujuan pendidikan dari segi
kerohanian
Tujuan
pendidikan dari segi kerohanian adalah meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan
praktek ibadat, zikir, kholwat(menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak
ramaisedapt mungkin untuk tujuan ibadah sebagimana yang dilakuakan oleh para
sufi.
Sedangkan dalam buku Muqaddimahnya ada enam tujuan
yang hendak dicapai melalui pendidikan, antara lain :
a.
Menyiapkan seseorang dari segi
keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an dan
hadits sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat.
b.
Menyiapkan seseorang dari segi
akhlak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Muhammad AR. Bahwa hakekat
pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk
kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia.
c.
Menyiapkan seseorang dari segi
kemasyarakatan atau social
d.
Menyiapkan seseorang dari segi
vokasional atau pekerjaan.
e.
Menyiapkan seseorang dari segi
pemikiran.
f.
Menyiapkan seseorang dari segi
kesenian, disini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.
3.
PENDIDIK
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang
memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan
sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah
dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui
kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi
menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka
akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan
yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran
yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.
Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan
berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan
sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar,
sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak
mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara
kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut
dipukuli.
Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan
keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Kholdun
lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai
luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat,
pengajaran atau perintah-perintah.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik
hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu
Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,
yaitu:
a.
Prinsip pembiasaan
b.
Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
c.
Prinsip pengenalan umum
(generalistik)
d.
Prinsip kontinuitas
e.
Memperhatikan bakat dan kemampuan
peserta didik
f.
Menghindari kekerasan dalam
mengajar.
Seorang
pendidik akan berhasil dalam tugasnya apabila memiliki sifat-sifatyang
mendukung propesionalismenya. Adpun sifat-sifat tersebut adalah:
a.
Pendidik hendaknya lemah lembut,
senantiasa menjauhi sifat kasar, serta menjauhu
hukuman yang merusak fiik dan fisikis peserta didik terutama kepada anak
yang masih kecil.hal ini disebabkan,karena bias menimbulkankebiasaan yang buruk
mereka seperti: malas, berdusta dan tidak jujur atupun berpura-pura menyatakan
yang tidak terdapt dalam pikiranyasipademikiandapt terjadi sebab karena merasa
takut disakiti dengan perlakuan ynga kasar, terutama jika berkata yang yang
benarnya. Sikap demikian akan memberikan
kesan kepdamerka sifat maker dan muslihat.
b.
Pendidik hendaknya mejadikandirinya
sebagai uswatuh al-hasanah( suri
telada) bagi peserta didik. Keteladanan ini dipandang, sebai prinsip-prinsip
terpuji kepada jiwa peserta didik.
c.
Pendidik hendaknya memperhatikan
kondisi peserta didik dalammemberika pelajaran,sehingga metode dan materi dapat
disesuaikan secar propesional.
d.
Pendidik hendaknya mengisi waktu
luang dengan aktivitas yang berguna.menurut Ibnu Khaldun,diatara cara yang
paling baik untuk meningisi waktu luang dengan membiasakan anaka membaca,
terutama al-Quran, sejarah,syair-syair, hadis nabi, hadis nabi, dan retorika.
e.
Pendidik hendaknya propesional
danmempunyai wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan
dengan pertumbuhan danperkembangan jiwanya.
4.
PESERTA DIDIK
Peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan)
dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk
Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf
kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya.
Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis
dan perlu dikembangkan. Melalui paradigma di atas, menjelaskan bahwa peserta
didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang
lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang
dimilikinya, serta membimbingnya menuju kecerdasan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
a.
Peserta didik bukan merupakan
miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat
penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan
tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode,
mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan
sebagainya.
b.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas
kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta
didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau
pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani
yang harus dipenuhi.
d.
Peserta didik adalah makhluk Allah
yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang
disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e.
Peserta didik merupakan resultan
dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya
fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses
pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya
rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui
ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui
pendidikan akhlak dan ibadah.
f.
Peserta didik
adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.
5.
KURIKULUM DAN MATERI PENDIDIKAN
Pengertian
kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan
pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran
yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang
dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Sedangkan
pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di
dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin
dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan,
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran
serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk
mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan.
Dalam
pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan
kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat
rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia
mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib,
bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada
mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang
Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam pengajarannya,
karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan.
Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari al-Qur’an
saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran lain seperti syair,
karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain.
Demikian pula
dengan orang-orang Ifrikiya, mereka mengkombinasikan pengajaran al-Qur’an
dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu. Adapun metode yang dipakai orang Timur
seperti pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur
memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah
dasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada
anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu
yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu
pengetahuan, sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya
terhadap bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu
sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini
menurutnya tidak ada gunanya.
Adapun
pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah
satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan
ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua
macam yaitu:
1)
Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber
dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan
cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan
kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam
ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu
ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu
ta’bir mimpi.
2)
Ilmu-ilmu filsafat atau rasional
(Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi
manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini
dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan
peradaban umat manusia di dunia.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu
filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:
v
Ilmu logika,
v
Ilmu fisika,
v
Ilmu metafisika dan
v
Ilmu matematika
termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu music, ilmu
astromi, dan ilmu nujuum.]
Walaupun Ibnu
Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun
ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah
mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan
kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian
diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam
pembagian itu adalah:
a.
Ilmu agama (syari’at), yang terdiri
dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
b.
Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari
ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
c.
Ilmu alat yang membantu mempelajari
ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan
ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
d.
Ilmu alat yang membantu mempelajari
ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama
itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu
itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah
merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian
pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan
keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat).
Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau
dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan
seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia
sejajar dengan ilmu agama.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu pengetahuan tersebut
dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar banyak tergantung pada para
pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai mempergunakan berbagai metode
yang tepat dan baik.
6.
METODE PENDIDIKAN
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang
terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata
pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana
alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses
belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku
mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode
pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode
pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik
(guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.
Pertama, kebiasaan
mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik
memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada
anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan
menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit
demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu
dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan
kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.
kedua, memilah-milah
antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan,
kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu
kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta
logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
Ketiga, Ibnu Khaldun
tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi
dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan
seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya
kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
Keempat, Ibnu Khaldun
mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini
termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah
pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak,
maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
Dari ketiga permasalahan diatas Ibnu Khaldun
memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran yaitu:
1)
Tahapan pembelajaran
Pembelajaran
yang efektif dan efisien terhadap peserta dpembelajaran yang efektif dan
efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur,
setapak-demi setapak dan seidik apabila dilakukan secara berangsur-angsur,
setapak-demi setapak dan sedikit demi sedikit. Untuk itu apabila satu bahasan
ingin dicapai dengan baik maka seorang guru harus mengulangnya dikit demi
sedikit. Untuk itu apabila satu bahasan ingin dicapai dengan baik maka seorang
guru harus mengajarnya dedikit demi sedikit dan mengulangnya sampai dapat
dikuasai dengan benar oleh pesesampai dapat dikuasai dengan benar oleh peserta
didik,selain itu seorang guru harus menjelaskannya terlebih dahulu tujuan
pembelajaran, hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak bingung terhadap
alur pembelajarannya.
Berkaitan
dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan agar para guru dan orang tua sebagai
pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari
itu ibnu khaldun membolehkan memukul siswa apabila dalam keadaan memaksa akan
tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga kali.
Dalam literatur
yang lainnya lagi dengan metode pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa
tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang cerdas, lebih
lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama dengan metodeproblem-problem
kemasyarakatan dan falsafah atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus
mampu mengklasifikasi mata pelajaran dan metode pengajaran.
2)
Concertie method (metode pemusatan)
Dalam kaitan
ini komponin pendidikan sama-sama dituntut untuk lebih fokus pada satu atau dua
pilihan bidang pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam
beberapa referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang yang
menjunjung tinggi metode itu (specialisasi pelajaran) dan telaten, ada banyak
terjadi diluara sana pembelajaran yang mengesampingkan metode ini dan hasilnya
nihil salah satu contoh dilapangan:
a)
Aspek guru, banyak sekali yang lahir
dari pendidikan agam islam (pai) tapi dilapangan justru ngajar fisika, sehingga
apa yang terjadi takjarang otak siswa dipaksa tanpa harus mengukur kemampuan
berfikir sisiwa, padahal cara mengajar bahasa inggris misalnya tidak sama
dengan mengajar fiqih, kalau fisika mengandalkan kecerdasan fikiran dan kekuatan ingatan tapi kalau fiqih hanya
cekatan saja yang dibutuhkan sedang kecerdasan berfikir tidak begitu dibutuhkan
disini.
b)
Aspek mata pelajaran yang mestinya
dipelajari satu persatu mata pelajaran tapi kenyataan sekarang pada mata
pelajaran sd/mi sudah diberi mata pelajaran 7 sampai dengan 12 mata pelajaran,
padahal menurut ibnu khaldun yang harus dipelajari untuk tingkat dasar ada dua
saja yaitu bahasa arab dan syair (nyanyian) lalu setelahnya matematika yang
dapat melatih kecerdasan akal sisiwa.
Dari sini ibnu khaldun dikenal
sebagai tokoh pendidikan yang menggunakan metode pemusatan atau disebut
concertie method.
Selain metode
diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam
memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:
a)
memberikan problem-problem pokok
yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak
didik.
b)
Setelah pendidik memberikan
problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya
secara lebih detail dan terperinci.
c)
Pada langkah ketiga ini pendidik
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan
menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar
anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
Ibnu Khaldun
juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode
ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak,
melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan
percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir
reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya
metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar.
Disamping
metode diskusi Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena
dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran
akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan
berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di
luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena
menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak,
dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping
dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang
dipelajarinya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh pemerhati pendidikan
yang telah mampu menghasilkan konsep sehingga pendidikan dalam Islam mampu
memberikan saham dalam memajukan fikiran dan budi pekerti melalui hasil-hasil
yang telah dicapai dalam bidang materi Ilmu pengetahuan dan dasar-dasar
pembelajaran serta metode-metodenya.
Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap
eksis.Pemikiran Ibnu Khaldun dalam hal pendidikan ia tuangkan dalam karya
monumentalnya yang dikenal dengan sebutan Muqaddimah.
Menurut Ibn Khaldun, tujuan pendidikan beraneka ragam
dan bersifat universal. Diantara tujuan pendidikan tersebut adalah tujuan
peningkatan pemikiran, peningkatan masyarakat, dan pendidikan dari segi
kerohanian.
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih
terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau
sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab
tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena
materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam
hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak
dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu, Ilmu-ilmu
tradisional (Naqliyah), dan ilmu filsafat (aqliyah).
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang
terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata
pelajaran yang diajarkannya.
Dalam hal ini Ibnu Khaldun memberikan pernyataan ada
dua metode pendidikan yaitu metode tahapan pembelajaran, dan concertie method
(metode pemusatan). Selain itu pula dalam proses pembelajaran Ibnu Khaldun
menganjurkan memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan
menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik. Dan melakukan
metode diskusi dan metode peragaan. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi
akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai
menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan
benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prof.Dr.H. Ramayuluis dan, Dr.Symsu
Nisar. Filsafat Pendidikan Islam:Telaah
System Pendidikan Dan Pemikaran Para Tokoh Jakarta,Kalam Mulia,2006
2.
DR.H.Samsul Nisar,M.A. Filsafat Pendidikan Islam:Pendekatan
Historis, Teoritis Dan Praktis,Jakarta,ciputat pres,2002
3.
Dr.H.M.zainuddin,Dkk, Pendidikan Isalam: Dari Pradikma Klasik
Hingga Kontemporer, Jakarta, UIN Malang Press, 2009
4.
Nurcholis Majid,Khasanah Intelektual Muslim,Jakarta, Bulan Bintang,1984
5.
Ahmad Fuad al-Ahwanui, al-Tarbiatil Fil al-Islam, Mesir, Dar al-Ma’rif.t.t.h
6.
Mohammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam,
Jakata, Bulan Bintang,1984
8.
http://ruruls4y.wordpress.com/2012/03/14/biografi-ibnu-khaldun