Minggu, 17 Maret 2013

PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN

<!--[if !mso]> <![endif]

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses membimbing, membina, mengajarkan manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai mahluk yang disebut manusia, oleh karena itu pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan adanya pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia inginkan, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia tidak mengalami kesalahan yang fatal. Pendidikan terhadap manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya faktor keluarga, dan lingkungan tempat manusia hidup dan bergaul. Pendidikan yang baik akan menjadikan manusia tersebut baik pula dan sebaliknya pendidikan yang buruk akan mengakibatkan buruk pula bagi manusia yang mengalaminya.
Mengenai pendidikan banyak sekali pemikiran-pemikiran para cendikiawan mengenai pendidikan terhadap manusia baik cendikiawan islam ataupun cendikiawan non-islam. Pemikiran para ahli mengenai pendidikan sangat beragam, namun banyak pula kesamaan pemikiran. Namun dalam makalah ini penulis hanya akan menjelaskan satu pemikiran pendidikan yaitu pemikiran seorang cendikiawan islam yang karyanya sangat terkenal yang berjudul Muqadimah yaitu Ibnu Khaldun. Dalam makalah ini selain akan dijelaskan mengenai pemikiran Ibnu khaldun tentang pendidikan akan dijelaskan pula mengenai riwayat hidup ibnu khaldun yang sangat mengesankan.
Adapun penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam, dan semoga dapat menjadi bahan ajar bagi para pembaca ataupun dapat menjadi referensi untuk pembuatan makalah  selanjutnya.

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    RIWAYAT HIDUP IBNU KHALDUN.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVoXm2QzCmXHchdfGnDvabZo5QCcruCaua3oH94wxd4h_QVPgaSBD3uJYli3NnhgeytuZUkrbhZUKAlWj7uU_Zino4oyOeD4lwHLn84YLpG3_lEVNcy6jW3BD3j5DCIpKM1WyJDV4jY04A/s1600/index.jpg
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. (Ali Abdul Wahid Wafi’, 1985:5) dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa menambahkan huruf wawu dan nun di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga sekarang yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini rumah tersebut menjadi pusat sekolah Idarah ‘Ulya, yang pada pintu masuknya terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu Khaldun. Bani Khalduniyah di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona, kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia yang mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun karena serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al- Hasan Ibn Jabir adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke Afiika Utara, di mana Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah ke Tunis pada tahun 1223. (Toto Suharto, 2003:33)
Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting. Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang ‘hajib’, kepala rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada 1337 M.
Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang politik dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan dengan 27 Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalam membentuk kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan bagi pengembangan karirnya. (Toto Suharto, 2003:34)
Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase, yaitu:
1)      Fase pertama; Masa Pendidikan
Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Di samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama Andalusia yang lari menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik.
Guru-guru yang pernah berjasa dalam perkembangan intelektual Ibnu Khaldun di antaranya adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at; Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak guru dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan otak yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuan begitu luas dan bervariasi. Hal ini merupakan kelebihan yang sekaligus juga merupakan kekurangannya.
2)      Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis
Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M. Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah sebagai Sahib al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun. (Mukti Ali, 1970:17)
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis diserang dan dikuasai oleh Amir Abu Za’id, penguasa Konstantin sekaligus cucu Sultan Abu Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu Inan menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu Inan bahkan beliau mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko. Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu pada tahun 1354 M.
Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilaku-perilaku politik yang dia lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh Abu ‘Inan sebagai pengkhianat bersama pangeran Abu ‘Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.
Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana raja Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang diplomat yang ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara Granada dan Sevilla. Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau menyelesaikan karya al-Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah Ibnu Khaldun, sebuah karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik. Pada tahun 178 M, selanjutnya beliau meninggalkan Qal’at menuju Tunis. Di Tunis beliau mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis.
3)      Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman
Masa ini merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun, fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu Khaldun lebih tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau kedatangan karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya disambut gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang pengajar dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah, Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah.
Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum. ( Munawir Syadzali, 1993:97)
Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al-Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir, jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata membuat orang-orang yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut Pada tahun 1387 M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan Burquq.
Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke Damaskus dan Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan Mongol. Dan pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa penting terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang penuh ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo. ( Munawir Syadzali, 1993:95)
Ibnu Khaldun sebagai ilmuwan besar adalah karena karyanya “Muqaddimah”, rasany memang aneh ia terkenal justru karena muqaddimahnya bukan karena karyanya yang pokok (al-‘Ibar), namun pengantar al-‘Ibararnyalah yang telah membuat namanya diagung-agungkan dalam sejarah intelektualisme. Karya monumentalnya itu telah membuat para sarjana baik di Barat maupun di Timur begitu mengaguminya. Sampai-sampai Windlellband dalam filsafat sejarahnya menyebutkan sebagai “Tokoh ajaib yang sama sekali lepas”, baik dari masa lampau maupun masa yang akan datang.
 Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal diantaranya adalah :
a.       Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum.
b.      Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, non Arab, dan Barbar serta raja-raja besar yang semasa dengan mereka). Yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar.
c.       Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobigrafinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah.

B.     PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUN

1.      PENGERTIAN,  DAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.Pemikiran Ibnu Khaldun dalam hal pendidikan ia tuangkan dalam karya monumentalnya yang dikenal dengan sebutan Muqaddimah. Sebagai seorang filsuf muslim pemikirannya memanglah sangat rasional dan berpegang teguh pada logika. Corak ini menjadi pijakan dasar baginya dalam membangun konsep-konsep pendidikan.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan, yaitu:
a.       Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu. Orang awam bisa meneliti, pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi potensi al-malakah tidak bisa demikian oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan mendalami suatu disiplin tertentu.
b.      Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman (lingkungan dan materi). Dalam hal ini pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada potensi tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah kebudayaan, serta peradaban umat manusia di muka bumi. Pendidikan yang meletakkan ketrampilan sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan dan mengutamakan peradaban secara keseluruhan.
c.       Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berpikir merupakan jenis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya di format dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta didik. Melalui pengembangan akal, akan dapat membimbing peserta didik untuk menciptakan hubungan kerjasama sosial dalam kehidupannya, guna mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
2.      TUJUAN PENDIDIKAN
Menurut Ibn Khaldun, tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal. Diantara tujuan pendidikan tersebut:
a.    Tujuan peningkatan pemikiran
Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikanadalh memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat di lakukan melalui proses menuntut ilmu keterampilan, seseorang akan meningkatkankegiatan potensi akalnya. Disamping itu, melalui potensinya, akal akan mendorong manusia untuk belajar, manusia senantiasa mencobameneliti pengetahuan-pengetahuan oleh pendahulunya. Manusia mengumpulkan fakta-fakta dan menginvestarisasikan keterampilan-keterampilan yang dikuasainya untuk memproleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakin meningkat sepanjang masa sebagi hasil dari aktivitas akal manusia.
Atas pemikiran tersebut, maka tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun adalah meningkatkan kecerdasan manusia dan kemampuan berpikir. Dengan kemampuan tersebut, manusa akan dapat menigkatkan pengetahuannya dengan cara memproleh lebih banyak warisan pengetahuan pada saat belajar.
b.    Tujuan peningkatan masyarakat
Dari segi penigkatan kemasyarakatan. Ibn Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi manusia. Ilmu pengajaran sangat diperlukan untuk menigkatkan taraf budaya suatu masyarakat, maka akan semakian bermutu dan dinamis pula keterampilan dimasyarakat tersebut. Untuk itu seyogianya senatiasa berusaha memproleh ilmu dan keterampilan sebnayak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup dengan baik dalmmasyrakat ynga dinamis dan berbudaya. jadi, eksistensi pendidikan  menurutnya merupakan merupakan suata sarana yang dapat membantu individu dan masyrakat menuju kemajuan dan kecemerlanagan. Di samping bertujuan meningkatakan segi kemasyrakatan manusia, pendidikan juga bertujuan mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyrakat kearah yang lebih baik.
c.    Tujuan pendidikan dari segi kerohanian
Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadat, zikir, kholwat(menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramaisedapt mungkin untuk tujuan ibadah sebagimana yang dilakuakan oleh para sufi.
Sedangkan dalam buku Muqaddimahnya ada enam tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan, antara lain :
a.       Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an dan hadits sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat.
b.      Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Muhammad AR. Bahwa hakekat pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia.
c.       Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau social
d.      Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
e.       Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran.
f.       Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, disini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.
3.      PENDIDIK
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.
Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.
Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
a.       Prinsip pembiasaan
b.      Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
c.       Prinsip pengenalan umum (generalistik)
d.      Prinsip kontinuitas
e.       Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik
f.       Menghindari kekerasan dalam mengajar.
Seorang pendidik akan berhasil dalam tugasnya apabila memiliki sifat-sifatyang mendukung propesionalismenya. Adpun sifat-sifat tersebut adalah:
a.       Pendidik hendaknya lemah lembut, senantiasa menjauhi sifat kasar, serta menjauhu  hukuman yang merusak fiik dan fisikis peserta didik terutama kepada anak yang masih kecil.hal ini disebabkan,karena bias menimbulkankebiasaan yang buruk mereka seperti: malas, berdusta dan tidak jujur atupun berpura-pura menyatakan yang tidak terdapt dalam pikiranyasipademikiandapt terjadi sebab karena merasa takut disakiti dengan perlakuan ynga kasar, terutama jika berkata yang yang benarnya. Sikap  demikian akan memberikan kesan kepdamerka sifat maker dan muslihat.
b.      Pendidik hendaknya mejadikandirinya sebagai uswatuh al-hasanah( suri telada) bagi peserta didik. Keteladanan ini dipandang, sebai prinsip-prinsip terpuji kepada jiwa peserta didik.
c.       Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi peserta didik dalammemberika pelajaran,sehingga metode dan materi dapat disesuaikan secar propesional.
d.      Pendidik hendaknya mengisi waktu luang dengan aktivitas yang berguna.menurut Ibnu Khaldun,diatara cara yang paling baik untuk meningisi waktu luang dengan membiasakan anaka membaca, terutama al-Quran, sejarah,syair-syair, hadis nabi, hadis nabi, dan retorika.
e.       Pendidik hendaknya propesional danmempunyai wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan danperkembangan jiwanya.     
4.      PESERTA DIDIK
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan. Melalui paradigma di atas, menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kecerdasan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
a.       Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
b.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c.       Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d.      Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e.       Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f.        Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
5.      KURIKULUM DAN MATERI PENDIDIKAN
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan.
Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam pengajarannya, karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari al-Qur’an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain.
Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka mengkombinasikan pengajaran al-Qur’an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu.  Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan, sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya tidak ada gunanya.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
1)   Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
2)   Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:
v  Ilmu logika,
v  Ilmu fisika,
v  Ilmu metafisika dan
v   Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu music, ilmu astromi, dan ilmu nujuum.]
Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
a.       Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
b.      Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
c.       Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
d.      Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat). Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu pengetahuan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar banyak tergantung pada para pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai mempergunakan berbagai metode yang tepat dan baik.
6.      METODE PENDIDIKAN
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.
Pertama, kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.
kedua, memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
Ketiga, Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
Keempat, Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
Dari ketiga permasalahan diatas Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran yaitu:
1)   Tahapan pembelajaran
Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta dpembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak dan seidik apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak dan sedikit demi sedikit. Untuk itu apabila satu bahasan ingin dicapai dengan baik maka seorang guru harus mengulangnya dikit demi sedikit. Untuk itu apabila satu bahasan ingin dicapai dengan baik maka seorang guru harus mengajarnya dedikit demi sedikit dan mengulangnya sampai dapat dikuasai dengan benar oleh pesesampai dapat dikuasai dengan benar oleh peserta didik,selain itu seorang guru harus menjelaskannya terlebih dahulu tujuan pembelajaran, hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak bingung terhadap alur pembelajarannya.
Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan agar para guru dan orang tua sebagai pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu khaldun membolehkan memukul siswa apabila dalam keadaan memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga kali.
Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama dengan metodeproblem-problem kemasyarakatan dan falsafah atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus mampu mengklasifikasi mata pelajaran dan metode pengajaran.
2)   Concertie method (metode pemusatan)
Dalam kaitan ini komponin pendidikan sama-sama dituntut untuk lebih fokus pada satu atau dua pilihan bidang pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam beberapa referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang yang menjunjung tinggi metode itu (specialisasi pelajaran) dan telaten, ada banyak terjadi diluara sana pembelajaran yang mengesampingkan metode ini dan hasilnya nihil salah satu contoh dilapangan:
a)    Aspek guru, banyak sekali yang lahir dari pendidikan agam islam (pai) tapi dilapangan justru ngajar fisika, sehingga apa yang terjadi takjarang otak siswa dipaksa tanpa harus mengukur kemampuan berfikir sisiwa, padahal cara mengajar bahasa inggris misalnya tidak sama dengan mengajar fiqih, kalau fisika mengandalkan kecerdasan fikiran  dan kekuatan ingatan tapi kalau fiqih hanya cekatan saja yang dibutuhkan sedang kecerdasan berfikir tidak begitu dibutuhkan disini.
b)   Aspek mata pelajaran yang mestinya dipelajari satu persatu mata pelajaran tapi kenyataan sekarang pada mata pelajaran sd/mi sudah diberi mata pelajaran 7 sampai dengan 12 mata pelajaran, padahal menurut ibnu khaldun yang harus dipelajari untuk tingkat dasar ada dua saja yaitu bahasa arab dan syair (nyanyian) lalu setelahnya matematika yang dapat melatih kecerdasan akal sisiwa.
Dari sini ibnu khaldun dikenal sebagai tokoh pendidikan yang menggunakan metode pemusatan atau disebut concertie method.
Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:
a)      memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
b)      Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
c)      Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar.
Disamping metode diskusi Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya.













BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh pemerhati pendidikan yang telah mampu menghasilkan konsep sehingga pendidikan dalam Islam mampu memberikan saham dalam memajukan fikiran dan budi pekerti melalui hasil-hasil yang telah dicapai dalam bidang materi Ilmu pengetahuan dan dasar-dasar pembelajaran serta metode-metodenya.
Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.Pemikiran Ibnu Khaldun dalam hal pendidikan ia tuangkan dalam karya monumentalnya yang dikenal dengan sebutan Muqaddimah.
Menurut Ibn Khaldun, tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal. Diantara tujuan pendidikan tersebut adalah tujuan peningkatan pemikiran, peningkatan masyarakat, dan pendidikan dari segi kerohanian.
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu, Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah), dan ilmu filsafat (aqliyah).
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya.
Dalam hal ini Ibnu Khaldun memberikan pernyataan ada dua metode pendidikan yaitu metode tahapan pembelajaran, dan concertie method (metode pemusatan). Selain itu pula dalam proses pembelajaran Ibnu Khaldun menganjurkan memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik. Dan melakukan metode diskusi dan metode peragaan. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA


1.      Prof.Dr.H. Ramayuluis dan, Dr.Symsu Nisar. Filsafat Pendidikan Islam:Telaah System Pendidikan Dan Pemikaran Para Tokoh Jakarta,Kalam Mulia,2006
2.      DR.H.Samsul Nisar,M.A. Filsafat Pendidikan Islam:Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis,Jakarta,ciputat pres,2002
3.      Dr.H.M.zainuddin,Dkk, Pendidikan Isalam: Dari Pradikma Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta, UIN Malang Press, 2009
4.      Nurcholis Majid,Khasanah Intelektual Muslim,Jakarta, Bulan Bintang,1984
5.      Ahmad Fuad al-Ahwanui, al-Tarbiatil Fil al-Islam, Mesir, Dar al-Ma’rif.t.t.h
6.      Mohammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakata, Bulan Bintang,1984
8.      http://ruruls4y.wordpress.com/2012/03/14/biografi-ibnu-khaldun